Menulis Berantai #TimMoveOn #2 - LIFTED UP

Sebelumnya:
LIFTED UP #1 : Abduraafi Adrian (@raafian) - [LIFTED UP 1]

Gambar diambil dari sini.

*

Aku segera menggeleng dengan keras, berusaha mengusir kejadian-kejadian buruk itu dari dalam kepalaku. Jika aku bisa meminta satu hal saat ini, aku hanya ingin semua hal itu terhapus dengan bersih. Tak tersisa sedikitpun di ingatan. 

Aku baru saja mengambil ponsel dari saku ketika menyadari wanita di hadapanku ini diam, menatapku lembut.

“Berhenti menatapku,” ucapku mengingatkannya. “Jika terlalu lama, kamu mungkin akan menyukaiku.”


Ia terkekeh mendengarnya namun tetap tidak mengalihkan pandangannya padaku. Aku menurunkan ponselku yang sedari tadi kulihat lalu menatapnya serius. Manik matanya yang kehitaman membulat.

“Luna, aku serius. Berhentilah menatapku.”

“Aku hanya suka memandangimu. Kamu tahu, kadang-kadang kamu membuat bentuk-bentuk aneh dengan bibir kecilmu itu,” ia memberiku alasan.

Aku memajukan bibirku. “Bentuk seperti apa? Hiu? Paus? Love? Atau tumbuhan yang tak terdefinisi?”

Ia menaruh telunjuknya di kening, seolah berpikir. Wanita di hadapanku bergeming. Aku melancarkan tatapan membunuhku padanya. Satu tatapan setajam pisau yang dibalas dengan tawanya yang renyah.

“Baiklah, aku menyerah,” ucapku lalu menaruh ponselku di atas meja. “Kamu menang.”

Lagi-lagi ia terkikik. “Kamu kira kita sedang berlomba?”

Aku langsung mengangguk cepat. “Sepertinya. Lomba saling memandangi?” jawabku asal.

Ia nyengir, memamerkan deretan giginya yang putih bersih. “Kamu adalah orang  paling aneh dengan nama paling aneh yang pernah kukenal.”

Deg. Kata-kata yang sering diucapkan oleh—

“Fany...”

“Apa?” Kulihat ia mengerutkan kening.

Aku menggeleng dengan cepat. Jantungku mendadak berdebar kencang setelah tak sengaja menyebut nama itu. Ada rasa nyeri di sana. 

“Tidak ada,” kataku seadanya.

Matanya menelisik. “Kamu yakin? Kudengar kamu tadi mengatakan sesuatu.”

Buru-buru, aku bangkit dari tempat dudukku. “Makanannya belum datang, kan? Biar kucek.”

Tanpa menoleh lagi, aku langsung pergi menuju stan makanan yang ada di sebelah kanan, berbicara seadanya soal pesanan kami tadi, lalu kembali dengan cepat ke meja kami—berharap Luna sudah melupakan semua hal tentang percakapan tadi. Nama tadi.

“Bagaimana?” tanyanya setelah melihatku duduk di kursiku.

“Sebentar lagi sampai. Ah, kamu tahu, aku rela kok menunggu lama untuk makan makanan di foodcourt ini. Baru sebulan aku makan di sini tapi menu ayam panggang itu sudah membuatku jatuh hati,” komentarku sambil tersenyum semringah.

“Jadi, ayam panggang lagi?”

Tepat setelah ia berkata seperti itu, pesanan kami datang satu per satu. Satu set nasi ayam panggang untukku plus es teh manis, satu set nasi kebuli untuk Luna plus jus tomat, dan satu jus alpukat sedikit gula dengan banyak susu kental manis cokelat untuk—

“Kamu pesan jus alpukat, Fi?”

Aku menelan ludah. “Ngg... I—iya.”

Ia hanya mengangguk sedikit lalu menyantap makanannya. Aku memperhatikan lagi jus alpukat yang terletak di atas meja. Kebohonganku yang kedua pada Luna hari ini.

Kata orang, kenangan seumpama hujan yang tak bisa ditebak—meluncur begitu saja tanpa pertanda. Kini, kenangan itu berputar liar di tempat dan waktu yang salah, menjelma jadi kata-kata yang keluar dari bibir Luna dan satu gelas jus alpukat sedikit gula dengan banyak susu kental manis cokelat. Semuanya bermuara tetap pada satu nama.

Tiffany.

Di saat aku sedang berusaha melangkah maju lebih jauh, justru kenangan itu satu langkah di hadapanku. Kini, aku menyadari satu hal yang pasti:

Aku sangsi pada diriku sendiri.

*


*

Simak kelanjutan Lifted Up #3 oleh Andhika Citra (@andhkctra) di Chaznologic.

*

Biar gak ketinggalan, cek LIFTED UP CYCLE di bawah ini, ya. ^^


*



Tidak ada komentar

Posting Komentar